Selasa, 28 Oktober 2008

KAJIAN PENYAMBUTAN MAHASISWA GEOLOGI UNHAS


Telaah Kritis Prosesi Penyambutan Mahasiswa Baru

Himpunan Mahasiswa Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

Roda perputaran kehidupan kampus terus bergulir. Berbagai peristiwa silih berganti secara terus menerus dan pasti. Salah satunya adalah penerimaan mahasiswa baru 2008. Fenomena tahunan ini jelas harus disikapi oleh berbagai pihak, baik birokrat maupun pengurus organisasi kemahasiswaan. Khusus untuk organisasi kemahasiswaan mahasiswa baru 2008 mau tidak mau harus disiapkan sebagai calon penerus estafet lembaga ke depan. Karena dua atau tiga tahun ke depan merekalah yang akan menduduki pucuk pimpinan yang ada pada lembaga kemahasiswaan, tak terkecuali Himpunan Mahasiswa Geologi.

Namun formalisasi menjadi anggota HMG FT UH jelas harus menempuh alur pengkaderan tertentu, sebagai cerminan profesionalisme kelembagaan. Oleh warga geologi prosesi pengkaderan awal lebih dikenal dengan istilah penyambutan.

Seiring dengan bergantinya rezim birokrat kampus, pendalaman fakta kekinian, dan resakralisasi visi dan misi HMG FT UH, maka format penyambutan setahun yang lalu belum tentu cocok untuk diterapkan pada masa sekarang. Olehnya itu konsep penyambutan harus terus diperbarui seiring perubahan kebutuhan. Untuk itulah perlu adanya pengkajian mengenai format penyambutan yang ideal (dalam hal ini difasilitasi oleh biro kajian strategis HMG FT UH).

Ada beberapa hal yang perlu dikaji dan dijadikan titik acuan untuk merancang format penyambutan mahasiswa baru. Point tersebut antara lain :

1. Kepedulian Warga HMG FT UH Kepada Penyambutan

Sebelum menentukan tingkat kepedulian warga terhadap prosesi penyambutan, langkah awal yang harus dilakukan adalah menentukan parameter seorang warga dikatakan peduli terhadap penyambutan. Dari biro kastra sendiri telah menentukan standar peduli adalah apabila warga tersebut aktif dalam setiap proses yang dilakukan dalam penyelenggaraan penyambutan. Mulai dari persiapan sampai hari H. Jadi kuantitas warga yang terlibat aktif dalam penyambutan pada hari H, sangatlah tidak representative jika hanya hal tersebut yang dijadikan parameter. Karena bisa jadi kehadiran warga pada hari H, hanya karena memiliki antusiasme yang besar terhadap prosesi penyambutan. Sementara esensi dari antusiasme dan kepedulian sangatlah berbeda.

Lalu bagaimana dengan proses penyambutan yang telah lalu? Ternyata jika kita melihat kondisi global masih sangat jauh dari harapan. Contoh konkrit adalah rapat sc dan oc yang selalu minim peserta. Atau berbagai aktifitas persiapan penyambutan yang masih mengadopsi politik dagang sate.

Merujuk pada parameter dan fakta diatas, maka hasil kajian kami sampai pada sebuah kesimpulan bahwa warga geologi sebagian besar masih belum peduli terhadap prosesi penyambutan.

Penyebab dari semua ini adalah pendekatan yang terlalu lunak (sangat persuasive). Jadi pendekatan dengan menggunakan sedikit pemaksaan tampaknya masih harus dilakukan. Namun perlu diingat metode ini hanya cocok diterapkan kepada kader-kader baru (angkatan 2007). Untuk angkatan selain itu cara ini tidak kami anjurkan karena berpotensi melahirkan sikap anti pati terhadap himpunan itu sendiri.

Solusi praktis yang harus dilakukan nantinya adalah mencari model-model pendekatan yang lebih efektif (khususnya untuk angkatan 2006 ke atas). Misalnya dengan tidak hanya menggunakan pendekatan kelembagaan namun dapat menggunakan pendekatan personal dan emosional.

Solusi strategis adalah membangun sejak dini (semenjak pengkaderan awal) kesedaran pemikiran dan rasa memiliki terhadap himpunannya. Karena selama ini pola pengkaderan yang bertujuan menggalang massa masih dilakukan dengan tekanan dan pemaksaan. Pola ini akhirnya terbawa-bawa sampai pada kehidupan diluar prosesi penyambutan.

2. Format Pengkaderan Ideal, Seperti Apa?

Untuk sampai pada sebuah format pengkaderan yang ideal, jelas harus melalui pengkajian yang lebih mendalam dan sistematis dengan pengadaan data-data yang mencukupi. Namun dari hasil analisis biro kajian strategis telah menghasilkan gambaran umum format ideal yang dapat dirancang untuk penyambutan mahasiswa baru 2008.

Dari beberapa sumber diperoleh bahwa dalam penyususnan konsep penyambutan mahasiswa baru, pihak kenseptor terkendala pada pilihan untuk mengorientasikan pengkaderan pada pendidikan/akademik ataukah kelembagaan.

Idealnya format pengkaderan harus mampu menyeimbangkan antara aspek akademik dan kelembagaan. Jika hal ini dirasa sangat sulit dan harus memilih salah satu opsi, maka kami dari biro kajian strategis merekomendasikan untuk memilih kelembagaan sebagai orientasi pengkaderan mahasiswa baru 2008.

Alasannya karena aspek akademik –yang sering diistilahkan sebagai hard skill- dapat mereka peroleh di bangku kuliah. Dan sebagian waktu mereka habiskan untuk bergelut dalam bidang pendidikan. Sementara kemampuan yang berkaitan dengan konsep manajerial, pengelolaan potensi diri, kemampuan retorika –yang sering diistilahkan soft skill- tidak mereka dapatkan di bangku perkuliahan. Disinilah himpunan berbperan untuk mengisi kekosongan tersebut tanpa mengabaikan sama sekali dunia akademik. Karena bagaimana pun HMG adalah organisasi yang kental dengan disiplin ilmu tertentu.

Selain itu penyebab pengkaderan mengalami bias orientasi yang berimplikasi pada tidak jelasnya konsep pengkaderan disebabkan oleh tidak adanya gambaran baku dan jelas mengenai sosok ideal kader yang ingin kita capai. Oleh karena itu pihak konseptor harus mempunyai gambaran sosok kader yang ideal dan parameter yang jelas sehingga sehingga seorang mahasiswa baru mumpuni untuk dikatakan sebagai kader geologi yang ideal. Hal ini penting untuk mengevaluasi sejauh mana keberhasilan pengkaderan ditinjau dari kualitas kader yang dihasilkan.

Kami dari biro kastra merekomendasikan parameter kader ideal adalah ketika seorang kader unggul dalam akademik, ditunjukkan dengan pencapaian prestasi akademik yang “memuaskan” dan mampu menujukkan idealisme sebagai seorang mahasiswa. Yang salah satunya ditunjukkan dengan memiliki kepekaan, nalar kritis, dan mampu memberikan solusi terhadap berbagai macam problematika masyarakat. Sehingga tercipata kader geologi yang tidak hanya mampu berbicara pada ranah disiplin ilmunya semata, namun memiliki wawasan luas sehingga mampu menyikapi kondisi social yang terjadi.

3. Pola Pengkaderan Yang Kurang Menyentuh Perasaan

Disadari atau tidak pola pengkaderan yang ada sekarang sangat kurang dari nilai-nilai yang dapat menyentuh perasaan yang akhirnya dapat mengobarkan semangat kader untuk bergerak dan berkarya. Adalah sebuah konsekuensi logis ketika seseorang telah merasa nyaman pada kondisi tertentu maka nalurinya untuk mau menggagas suatu perubahan akan mati. Oleh karena itu kader baru harus dibuat untuk tidak merasa nyaman dengan sistem kehidupan yang ada. Harapannya ketika mereka telah merasakan bahwa kondisi sekarang adalah kondisi yang tidak ideal, maka suatu hal yang pasti mereka akan bergerak dan berkaya dengan menjadikan himpunan sebagai wadahnya.

Contoh : menggambarkan kondisi konkrit bangsa saat ini, yang walupun kaya raya tetapi banyak rakyatnya yang mati kelaparan. Atau dengan menyentuh perasaan mereka dengan mengambarkan kemegahan kampus tempat mereka berpijak saat ini adalah berasal dari hasil keringat masyarakat kecil yang dipaksa untuk membayar pajak negara dan ironisnya pajak tersebut dikorupsi oleh para agen-agen kapitalis yang duduk sebagai pejabat teras negara. Atau jika ingin fakta yang menyentuh bidang keilmuan geologi, bisa dengan memaparkan konspirasi perampokan kekayaan alam Indonesia (misalnya kasus Freeport).

4. Kelebihan dan Kekurangan Pengkaderan Selama Ini

4.1. Pengkaderan 2005

Kekurangan :

· Kader jenuh dengan pola yang monoton. Misalnya format kader inap yang sangat menjenuhkan.

· Waktu pengkaderan terlalu lama.

· Follow up tidak jelas

Kelebihan :

· Banyak ilmu yang didapat.

4.2. Pengkaderan 2006

Kekurangan :

· Sistematika materi tidak jelas dan tidak proporsonal. Misalnya idealnya materi diawali dengan pengenalan jati diri seorang mahasiswa.

· Masih ada pendekatan yang berbau intimidasi (pemaksaan).

Kelebihan :

· Tindakan fisik kurang.

4.3 Pengkaderan 2007

Kekurangan :

· Meteri seputar kegeologian masih kurang kuantitasnya.

Kelebihan :

· Pola pendidikan yang diterapkan sudah bagus.

· Metode menanamkan kekompakan pun sudah bagus.

Dari beberapa pemaparan diatas maka biro kastra merokomendasikan sebuah format pengkaderan yang mampu menciptakan transformasi berpikir dari pemikiran yang masih keremajaan menuju pemikiran yang lebih dewasa sebagai seorang mahasiswa. Metode perubahan pemikiran adalah dengan membenturkan pemikiran kader dengan pemikiran baru yang lebih argumentative.

Jadi pola pengkaderan yang cenderung masih menggunakan kontak fisik sebagai sarana untuk memasukkan doktrin tampaknya harus mulai ditinggalkan. Karena terbukti banyak pergerakan mahasiswa yang sama sekali tidak menggunakan kontak fisik dalam pengkaderannya namun luaran kader yang dihasilkan adalah kader-kader yang mau bergerak dan militansinya tak perlu diragukan. Inilah bukti bahwa kekerasan fisik bukanlah factor penentu untuk terbentuknya kader-kader yang tercerahkan pemikirannya.

Selain itu doktrin-doktrin tidak mendidik seperti menganggap remeh bahkan menghina fakultas/jurusan harus segera dibersihkan dari konsep pengkaderan. Karena sebenarnya doktrin-doktrin seperti itu sangat kontra produktif dengan usaha untuk menyatukan dan mengokohkan gerak organisasi.

5. Kurangnya Penanaman SQ (Spiritual Quotient)

Pengembangan intelektual dan emosional tanpa dibarengi dengan pengembangan spiritual tidak akan menciptakan sosok kader ideal. Nilai SQ ini masih sangat kurang mewarnai pengkaderan. Padahal SQ inilah yang akan menjadi, filter terhadap doktrin-doktrin yang tidak benar sekaligus motivator yang mampu mampu membangkitkan naluri gerak seseorang. Nilai SQ selalu termarjinalkan dalam setiap momen pengkaderan. Oleh karena itu rekomendasi kepada seluruh pihak yang akan berperan dalam penyususnan kosep pengkaderan yang mampu meningkatkan kualitas SQ diantara para kader.

Jangan pernah ada pendikotomian bahwa pembinaan SQ hanya dilakukan pada pesantren kilat atau kebaktian mingguan saja, namun mulai sekarang jika menginginkan himpunan dihuni oleh sosok pemimpin yang kredibel, maka pembinaan SQ merupakan esensi wajib yang harus ada dalam setiap prosesi pengkadera.

Demikianlah hasil analisis dari Biro Kastra HMG FT UH terkait usulan penyusunan konsep prosesi penerimaan mahasiswa baru. Semoga hasil kajian ini dapatmemberikan konstribusi positif dan mempercepat gerak HMG FT UH untuk sampai pada puncak kejayaannya. Segala kebenaran yang terdapat dalam kajian ini adalah mutlak berasal dari Allah swt Tuhan yang Maha Tahu, dan jika terdapat kekeliruan didalamnya murni bersumber dari kekhilafan kami sebagai manusia biasa.

Makassar, 4 September 2008

Biro Kajian Strategis HMG FT UH

Tidak ada komentar: