Senin, 15 Desember 2008

ISLAM MENGGUGAT SOSIALISME-KOMUNISME

DIMUAT DI KORAN KAMPUS IDENTITAS EDISI AWAL NOVEMBER 2008

Semenjak runtuhnya Uni Soviet, ideologi sosialisme hanya menjadi riak-riak kecil. Seiring berjalannya waktu, riak-riak kecil tersebut terakumulasi dan berusaha untuk mengulangi romantisme sejarah masa lalu. Hal ini adalah wajar, bahkan tidak salah jika disebut sebagai suatu keniscayaan. Karena memang hakekat dari suatu ideologi jika telah mengkristal dalam sanubari individu ataupun komunitas masyarakat, maka mereka pasti akan bergerak menyebarkannya akibat aura panas ideologi yang terus membakar para pengembannya. Bayang-bayang sosialisme semakin lama semakin tampak dengan menjamurnya berbagai “organisasi mantel” yang berhaluan sosialisme. Baik mereka yang menempuh jalur politik legal maupun yang bergerak pada tataran gress root.

Terlepas dari para pengembannya, sosialisme adalah pemikiran mendasar yang menjadikan doktrin dialektika materialisme sebagai landasan berpijak. Sehingga mereka menganggap alam semesta, kehidupan, dan manusia adalah materi. Munculnya materi adalah akibat adanya dialektika dalam materi tersebut. Oleh karena itu lahirlah konsep pemikiran yang begitu diagung-agungkan bertajuk “dialektika materialisme” yang berasaskan hukum thesa-antithesa-sintesa. Selain itu salah satu keunikan dari ideologi ini adalah konsep ketuhanan yang mereka adopsi. Karena berpijak pada pemahaman materialisme, maka mereka menganggap bahwa materilah yang mengeksiskan Tuhan yang dianggap sebagai sesuatu yang imajiner dan bukan sesuatu yang mutlak adanya.

Sehingga wajar jika seorang tokoh sosialis bernama Karl Mark manyatakan, manusia mewujudkan Tuhan, bukan Tuhan yang mewujudkan manusia”. Konsep ini diaminkan oleh Trostsky yang menganggap agama adalah candu bagi masyarakat.

Jika menggunakan perspektif Islam sebagai ideologi yang secara diametral sangat bertentangan dengan sosialisme, pemahaman Karl Mark adalah pemahaman yang salah. Tuhan adalah realitas mutlak bukan sekedar ide yang imajiner. Pemahaman yang dianut oleh Karl Mark inilah yang membuat dia dan para pengikutnya terjerumus pada persepsi yang salah terhadap agama. Kesalahan mereka ini berawal dari tidak mampunya membedakan antara eksistensi Tuhan dan ide ketuhanan. Eksistensi Tuhan adalah realistas mutlak, sementara ide ketuhanan bersumber dari proses berpikir manusia.

Perjungan sosialisme mencoba memasuki seluruh sendi kehidupan untuk meyakinkan masyarakat tentang kebenaran teori yang dicetuskannya. Dengan rekayasa yang begitu sistematis mereka mampu menggunakan jalur sains sebagai sarana meyakinkan masyarakat.

Misalnya untuk menafikkan peran Tuhan dalam penciptaan manusia dan membuktikan bahwa proses penciptaan manusia mengikuti doktrin dialektika materialisme, maka para pengemban sosialis tulen mencoba mengeluarkan teori penciptaan ala mereka. Sepintas teori mereka memang sangat ilmiah, namun melalui nalar kritis maka kecacatan teorinya akan terlihat jelas dan membuktikan intelektualistas mereka adalah intelektual yang sangat minimalis.

Dalam membahas teori penciptaan mereka selalu meletakkan kenyataan empirik untuk mewakili adanya hukum thesa-antithesa-sintesa. Mereka menganggap sperma sebagai thesa dan ovum sebagai antithesa. Jika kedua materi ini tidak melakukan dialektika maka tidak akan mungkin mucul materi baru. Namun ketika terjadi proses dialektika maka interaksi antara sperma dan ovum akan menghasilkan zygot, dimana zygot ini memiliki wujud yang berbeda dari materi penyusunnya. Hal ini adalah bukti adanya proses pelenyapan yang membarengi dialektika materialisme yaitu hilangnya sifat dasar sperma dan ovum dan membentuk materi dengan wujud yang sama sekali baru (zygot).

Sebagaimana pembentukan air. Dalam perspektif sosialisme air terbentuk mengikuti hukum thesa-antithesa-sintesa. Hidrogen (thesa) dan oksigen (antithesa) yang mengalami proses dialektika.

Seolah teori yang diusung oleh pengemban ideologi sosialisme adalah teori yang sudah sangat ilmiah dan mampu memecahkan misteri penciptaan dengan basis teori dialektika materialisme yang mereka miliki. Dan terlebih lagi berusaha untuk membuktikan tidak adanya capmpur tangan Tuhan.

Teori sosialisme ini adalah teori yang batil dalam pandangan Islam. Memang benar, dalam beberapa kasus interaksi antara materi (yang oleh pengemban sosialis dianggap sebagai dialektika) akan menghasilkan materi baru. Tetapi interaksi saja tidak serta merta dapat menghasilkan materi baru.

Dalam proses penciptaan manusia misalnya. Pemikiran kaum sosialis adalam pemikiran yang sangat minimalis. Sementara untuk menguak proses penciptaan manusia haruslah menggunakan pemikiran yang cemerlang. Memang benar awal wujud manusia adalah zygot yang terbentuk dari adanya proses dialektika antara sperma dan ovum. Namun apakah penganut sosialis pernah bertanya dan menganlisis mengapa dari jutaan sperma hanya satu yang mampu mebuahi ovum? Mengapa sperma bisa langsung mengetahui keberadaan ovum? Atau mengapa setelah terjadi dialektika antara sperma dan ovum, jumlah kromosom manusia adalah 46? Siapa yang mengatur pertemuan dan jumlah kromosom tersebut?

Atau dalam pembentukan air, ternyata bukan sekedar proses dialektika yang terjadi tetapi adanya aturan perbandingan yang begitu ajaib. Air hanya akan terbentuk jika adanya ikatan antara dua atom hydrogen dan satu otom oksigen. Pertanyaannya adalah siapa yang mengatur perbandingan yang begitu sempurna tersebut? Apakah semuanya terjadi secara kebetulan dan tiba-tiba? Jawaban yang sangat tidak memuaskan akal jika hanya dijawab melalui proses kebetulan dan tiba-tiba. Aturaan tersebut pasti berasal dari luar materi dan aturan tersebut bukanlah materi.

Islam tampil sebagai ideologi paripurna, yang memberikan jawaban yang memuaskan akal, sesuai dengan fitrah manusia dan mampu menenangkan hati. Konsep ketuhanan dan pencipataan dalam Islam adalah konsep yang sangat rasional dan mampu dibuktikan secara ilmiah. Islam menganggap Tuhan (Allah) adalah mutlak adanya. Kompleksitas dan kesempurnaan proses penciptaan manusia, alam semesta dan kehidupan adalah murni pengaturan dari Allah. Suatu proses yang begitu kompleks tersebut jelas tidak akan pernah mucul dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakannya.

Kesempurnaan ideologi Islam, tidak hanya sebatas pada kemampuannya menjelaskan konsep penciptaan manusia, namun konsep-konsep kehidupan lain terutama yang menyangkut interaksi sesama manusia. Ternyata Islam mampu menampilkan konsep agung yang dapat dibuktikan kebenarannya secara fakta historis dan anlisis ilmiah.

Dengan demikian doktrin sosialime-komunisme adalah pemahaman yang sangat berbahaya. Karena pemahaman ini mampu menyeret manusia pada jurang atheis dan secara tidak sadar menjadikan materi sebagai sesembahannya. Padahal eksistensi Allah sebagai Tuhan seru sekalian alam adalah sebuah keniscayaan terhadap eksistensi manusia, kehidupan, dan alam semesta.

Oleh karena itu ajaran sosialisme-komunisme sangat bertolak belakang dengan Islam. Kalaupun ada pencetus ide baru yang mencoba mengkompromikan ide sosialisme dengan agama, dan menggagas lahirnya teori sosialisme-regius, maka ini adalah usaha untuk mengkompromikan ideologi. Dan yakinlah usaha untuk mencampuradukkan dua ideologi yang secara diametral sangat berbeda, adalah usaha yang sia-sia dan justru akan menghasilkan problem baru.

Hati-hati "Ulama Su" Bergentayangan

DIMUAT DI HARIAN TRIBUN TIMUR EDISI JUMAT 12 DESEMBER 2008

Lebih dari 1400 tahun Islam telah eksis di muka bumi dan berhasil menunjukkan kegemilangan peradabannya. Keberhasilan ini tak bisa lepas dari peran ulama-ulama brilliant yang begitu gigih pantang menyerah menyebarkan Islam hingga pelosok terpencil dunia sekalipun.

Memang dalam perspektif Islam, ulama dianggap sebagai entitas yang sangat vital peranannya. Sejarah Islam masa lalu telah mencatat prestasi gemilang ulama yang mampu memberikan konstribusi langsung terhadap kemajuan peradaban Islam. Oleh Imam Ghazali, ulama tempo dulu digambarkan sebagai komunitas yang selalu kritis dan mengawal dan mengoreksi penguasa untuk menerapkan hukum Allah. Mereka mengikhlaskan niat dan pernyataan mereka membekas dihati umat.

Pada awal kemunculannya dimuka bumi sebagai rahmatan lil alamin, Islam lewat tangan Rasulullah saw., telah mampu mencetak ulama besar, sekaliber Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, dan Sahabat Nabi lainnya. Sejarah terus bergulir, ribuan ulama besar terus bermunculan. Mereka tidak hanya ahli dalam khazanah ilmu Islam, namun mereka juga menjadi garda terdepan dalam perjuangan menegakkan kalimat Allah, walaupun harus berhadapan langsung dengan penguasa dhzalim pada masanya, mereka tak takut untuk dijebloskan ke penjara, bahkan ada diantaranya yang harus menerima siksaan fisik.

Sejarah pun telah mencatat peran aktif ulama untuk mewujudkan transformasi sosial ke arah kehidupan yang lebih baik. Sejak dulu ulama memiliki peranan dalam berbagai peristiwa penting. Bahkan nyaris tak ada satupun perubahan besar dalam sejarah peradaban Islam yang tidak melibatkan peran ulama. Tidak perlu jauh-jauh mengambil contoh dari jazirah Arab, terwujudnya kemerdekaan Indonesia adalah bukti jasa besar ulama masa lalu.

Pada tahun 1404 berangkatlah sembilan ulama dari berbagai tempat di wilayah daulah khilafah atas titah dari Sultan Muhammad Jalabi yang diutus ke tanah Jawa untuk berdakwah. Oleh masyarakat Indonesia mereka lebih dikenal dengan julukan “wali songo”.

Ketika terjadi penjajahan di Nusantara para ulama pun ikut berjuang mengusir penjajah. Sebut saja ulama tersohor asal Minangkabau, Tuanku Imam Bonjol yang telah memimpin Perang Paderi. Di Jawa misalnya, Pangeran Diponegoro mampu tampil sebagai ulama handal sekaligus panglima jihad yang telah mampu mengobarkan semagat perlawan kaum muslimin untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan Belanda. Atau di Makassar, ada Sultan Hasanuddin yang juga tak kalah gigihnya melawan eksistensi penjajah saat itu.

Namun sayang sejarah emas ulama tempo dulu, belum mampu terlihat saat ini. Jangankan untuk melahirkan ulama tangguh, standarisasi seorang individu muslim untuk mumpuni digelari ulama saat ini pun tidak jelas. Jika kita bertanya berapa doktor atau profesor yang dimiliki oleh bangsa ini? Mungkin secara kuantitatif pertenyaan tersebut tidak sulit dijawab, karena definisi koktor dan profesor telah jelas. Namun bagaimana jika pertanyaannya adalah berapa jumlah ulama yang ada di Indonesia? Tentunya tidak mudah untuk dijawab. Apakah sebanyak lulusan pesantren? Tentu saja tidak. Karena banyak jebolan pesantren yang tidak nyaman disebut sebagai ulama.

Terlepas dari ketidakjelasan definisi dan kriteria ulama, saat ini sadar atau tidak peran ulama telah dimandulkan. Wilayah kerja ulama hanya dibatasi pada serambi-serambi mesjid dan tidak mempunyai otoritas untuk mengatur wilayah sosial umat. Silakan ulama mencerdaskan umat dalam perkara thaharah (bersuci), shalat dan berzakat namun ulama tidak perlu menyentuh wilayah politik, ekonomi, atau pemerintahan. Akhirnya peran ulama termarjinalkan. Jika diundang ke forum-forum yang membicarakan wacana sosial, ekonomi, politik dan pemerintahan, ulama hadir hanya sebagai penggembira dan pembaca doa di akhir acara. Mereka tidak lagi dipandang sebagai komunitas yang mampu tampil sebagai “problem solver” yang mengusung Islam sebagai satu-satunya solusi. Padahal konsep politik, ekonomi dan pemerintahan dalan perspektif Islam adalah konsep terbaik yang telah terbukti secara historis dan ilmiah.

Jika dulu ulama begitu garang dan kritis menjadi pengoreksi dan pengawal pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan, namun saat ini peran vital tersebut seolah tidak dijalankan lagi. Ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan Islam, suara protes ulama begitu langka terdengar. Sirnanya ketangguhan ulama semakin terlihat ketika kewibawaan ulama semakin luntur dimata pemerintah dan masyarakat. Lihat saja bagaimana ketika ulama mengeluarkan fatwa terkait keharaman paham sekularisme, pluralisme dan liberalisme. Fatwa tersebut hanya dianggap sebagai angin lalu. Bahkan paham yang telah dinyatakan sesat tersebut semakin mewabah.

Kemandulan peran ulama semakin diperparah dengan menjamurnya ulama yang menghancurkan umat. Ulama inilah yang sering dijuluki sebagai ulama su’. Secara bahasa ulama su’ diartikan sebagai ulama yang jahat. Umat Islam harus berhati-hati dan bersikap kritis karena sepak terjang ulama su’ sangat sulit dibedakan dengan ulama tulen yang ikhlas memperjuangkan Islam.

Ulama su’ menyebarkan pemikiran kufurnya dan mebalutnya dengan dalil Quran dan hadits Rasulullah. Jadi konsep yang sebenarnya adalah pemikiran kufur seolah menjadi pemikiran Islam. Selain itu ulama su adalah sosok ulama yang sengaja diopinikan oleh beberapa oknum media yang tidak pro dengan Islam. Maka jangan kaget jika ketenaran ulama su melebihi ulama sejati. Sebut saja seorang ulama su’ yang bergelar doktor tanpa malu-malu menghalalkan perkawinan beda agama, bahkan yang lebih mencengangkan Ia menghalalkan pernikahan sesame jenis (homoseksual dan lesbian).

Agenda lain yang sering dikampayekan oleh ulama su’ adalah sekularisasi Islam. Mereka mencoba meracuni pemikiran kaum muslimin dengan melakukan pemisahan antara kehidupan dunia dan konsep Islam. Mereka menganggap Islam dipakai hanya pada tataran pengaturan hubungan manusia dengan Allah swt. Namun untuk mengatur ranah sosial aturan yang digunakan adalah hukum positif yang berlaku walaupun bertentangan dengan syariat Islam. Maka muncullah konsep-konsep nyeleneh seperti “Islam tidak punya konsep tentang pemerintahan” atau “negara tidak wajib menerapkan syariat Islam”. Untuk memperkuat argumennya digunakanlah Ayat Al-Quran yang telah ditafsirkan dan diputarbalikkan sekehendak hatinya.

Ulama su’ juga sering dimanfaatkan untuk menyuarakan kepentingan dan kebijakan asing. Saat isu perang melawan terorisme yang merupakan agenda asing, mereka pun dipakai. Melalui ceramah dan khutbah ulama su’ umat Islam coba dipecah belah dengan cara mengelompokkannya menjadi Islam moderat-radikal, liberal-fundamentalis, tekstual-kontekstual. Jika umat Islam sudah terkotak-kotakkan, maka akan sangat mudah dipecahbelah. Jihad yang menjadi salah satu elemen syariat Islam dipersempit maknanya hanya pada pengertian bahasa. Sementara makana syar’I yaitu berperang dijalan Allah dianggap sebagai sebuah kejahatan.

Ketika muncul fenomena pernikahan dini dan poligami, ulama su’ tampil bagaikan pahlawan yang tegas menolak dengan alasan melindungi kehormatan kaum muslimah. Namun dimanakah pembelaan ulama su’ ketika kaum muslimah dilarang menggunakan jilbab?

Ironisnya sebagian kaum muslimin seolah terhipnotis oleh pemikiran kufur karena yang menfatwakan adalah orang yang terlanjur digelari “ulama”. Sementara ulama sejati yang ikhlas memperjuankan Islam dianggap sebagai ulama yang harus diwaspadai karena mengajarkan paham Islam radikal.

Kaum muslimin harus berhati-hati karena populasi ulama su’ semakin meningkat dan sementara bergentayangan menyebarkan paham sesatnya. Mempelajari Islam secara kaffah dan murni mulai dari konsep tauhid, ekonomi, bahkan sampai konsep negara dan pemerintahan adalah solusi praktis yang dapat dilakukan.

Umat Islam harus semakin kritis mengenali ulamanya sendiri. Dari segi penampilan fisik ulama su’ dan ulama sejati nyaris sama dan tidak dapat dibedakan, namun mereka hanya mampu dibedakan dari pemikiran yang diembannya. Boleh jadi tanpa disadari ulama su’ saat ini sering berdiri dimimbar masjid kita, waspadalah!

Rabu, 29 Oktober 2008

SYAL ORANGE


Syal ORANGE-ku…

Jeritan Hati Seorang Warga

Pernah ada satu kisah yang pasti tak pernah terlupa bagi mereka yang mengaku sebagai “warga geologi”. Sebuah peristiwa yang sangat mengharubiru. Sedih-senang, senyum-tangis, seolah berbaur menjadi satu, sehingga sulit membedakan apakah air mata yang mengalir saat itu adalah air mata penderitaan ataukah air mata kebahagiaan.

Ya…masa itu adalah suatu masa disaat seuntai kain yang sacral berwarna orange terkalungkan indah dilehermu. Pada saat itu juga engkau menjadi warga geologi yang sesungguhnya.

Namun mengapa moment yang begitu sacral masih saja mampu meninggalkan setitik air mata kesedihan? Mengapa tak semua air mata yang berderai deras pada saat itu adalah air mata kebahagiaan? Mengapa moment indah itu masih saja meninggalkan rasa sakit hati sang junior kepada seniornya? Bukankah kita telah disatukan oleh semangat orange yang diperkokoh dengan semangat merah hitam? Apakah ini bukti bahwa semangat orange saat ini hanya sebuah formaltas yang telah kehilangan esensi dasarnya??? Tidak….semoga itu tidak terjadi.!!!

Berbagai pertanyaan meletup-letup dari dalam sanubari sebagian warga yang masih ingin melihat geologi lebih baik. Dan salah satunya adalah Aku. Aku sebagai seorang warga geologi yang ingin menyelamatkan geologi, menuju geologi lebih baik, sering berpikir dan berujung pada sebuah keprihatinan ketika melihat kondisi internal geologi terkhusus pada bidang pengkaderan. Selama menjejakkan kaki di tanah geologi nan orange, tampaknya belum ada sebuah kreativitas pola pengkaderan baru yang betul-betul mampu merubah pola pikir para kader geologi. Prosesi pengkaderan masih menganut gaya lama.

Niat luhur dari para aktivis himpunan untuk membentuk kader geologi yang humanis dan militan adalah sebuah tujuan cemerlang yang harus direalisasikan. Namun sungguh disayangkan selama perjalanan prosesi pengkaderan tak jarang timbul budaya-budaya yang tak wajar dilakukan oleh seorang yang mengaku sebagai intelektual muda bergelar mahasiswa.

Pola-pola kekerasan masih mewarnai prosesi pengkaderan yang begitu sacral. Kita belum berani untuk melaukan terobosan baru, untuk menghilangkan segala bentuk kekerasan (apapun alasannya) dari gaya pengkaderan kita. Doktrin-doktrin tempo dulu yang kini telah menjadi kultur, tampaknya sulit untuk dihilangkan. Susah memang, tapi bukan mustahil mewujudkan pola pengkaderan yang lebih baik.

Idealnya sebuah pengkaderan mahasiswa, yang ingin kita ubah adalah pola pikir obyek yang dikader. Perubahan pola pikir hanya bisa terjadi dengan membenturkan pemikiran baru yang secara diametral berbeda dengan pemikiran obyek yang ingin dikader. Jadi jelas untuk merobohkan sebuah pemikiran harus dilawan dengan pemikiran, bukan dengan fisik.

Jadi tak ada salahnya, mulai dari sekarang kita harus kreatif dalam berpikir dan berani dalam bertindak. Karena yakin saja dibalik keberanian kita untuk mengambil langkah baru yang berbeda dengan langkah “orang lain” yang masih menganut sistem lama, akan menyebabkan kita termarjinalkan, dan akan banyak selentingan-selentingan serta mosi tidak percaya terhadap pola pengkaderan kita yang murni tanpa kekerasan.

Pertanyaannya sekarang…beranikah kita mengambil langkah fantastic tersebut dan menghadapi segala resiko yang ada???

Jawabannya ada pada anda…almamater ORANGE

JANGAN RAMPOK KEKAYAAN NEGERI INI


Jangan Rampok Kekayaan Tambang Negeri ini

(Teguran untuk calon geologist dan mining enginer)

Indonesia adalah negeri zamrud khatulistiwa yang begitu kaya dengan kekayaan alam. Namun apakah kekayaan yang dimiliki negeri berpenduduk sekitar 200 juta ini sudah sepenuhnya dinikmati sendiri oleh rakyatnya. Ternyata belum. Entah mengapa negeri yang begitu kaya ini dengan pasrah tanpa daya memberikan sumber kekayaan alamnya kepada bangsa asing

Aneh tapi nyata negeri yang dikarunia kekayaan alam yang melimpah ruah, namun disisi lain banyak rakyatnya yang mati kelaparan.

Sebut saja daerah Kalimantan Timur. Daerah ini bahkan bisa disebut provinsi terkayadi Indonesia. Produksi batubaranya sekitar 52 juta meter kubik pertahun. Produksi emasnya pernah mencapai 16,8 ton setahun serta perak lebih dari 14 ton pertahun. Selain itu gas alam yang dihasilkan tahun lalu mencapai 1.650 miliar meter kubik dan produksi minyak bumi 79,7 juta barel. Cadangan sumber daya alam di daerah ini masih sangat melimpah. Minyak bumi misalnya masih ada 1,3 miliar barel, gas alam masih tersedia 51,3 triliun meter kubik.

Logikanya, daerah yang memiliki kekayaan melimpah seperti ini seharusnya rakyatnya makmur sentosa. Namun ternyata rakyatnya jauh dari sejahtera. Dari sekitar 2,5 juta penduduk kaltim, 313.040 orang atau sekitar 12,4% tergolong penduduk miskin. Kemiskinan itu merata hamper diseluruh kota dan kabupaten. Bukan Cuma itu, fasilitas kesehatan dan pendidikan juga sangat terbatas. Untuk fasilitas kesehatan dan pendidikan juga masih sangat terbatas. Untuk fasilitas kesehatan 2,5 juta warga kaltim umpamanya hanya tersedia 159 pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan 24 rumah sakit dengan kapasitas hanya 2.308 tempat tidur. Jumlah dokter hanya 27 orang per 100.000 penduduk. Jumlah yang sangat sedikit.

Hal ini disebabkan kelakuan pemerintah yang rela membagi hasil dengan perusahan asing dengan pembagian hasil yang sangat tidak adil. Dibeberapa perusahan tambang, keuntungan perusahan asing jauh lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh Indonesia sendiri. Maka wajar jika masyarakat masih terpuruk dalam kawah kemiskinan, walupun daerah tempat tinggalny adalah daerah yang kaya raya. Misalnya Freeport, perusahan asing yang mengeruk emas papua, mendapatkan keuntungan 81,28% dan indocopper investama sebesar 9,4%. Sungguh sangat tidak adil jika dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh oleh Indonesia sang pemilik resmi tanah Papua. Jatah yang diperoleh Indonesia hanyalah 9,4% saja.

Namun sebagian dari kita, khususnya calon geologist dan enginer mining, jarang yang sadar dengan fenomena ini. Mereka sudah terlarut dengan kesenangan mempelajari berbagai penemuan teknologi mutakhir, sehingga seolah-olah lupa bahwa negerinya sedang dirampok.

Kebanyakan para geologist dan enginer mining merasa sudah cukup senang ketika bekerja diperusahan tambang dengan gaji puluhan tahun, tanpa pernah memikirkan nasib orang-orang yang tinggal disekitar perusahan tambang, yang tiap harinya harus bergelut dengan kesengsaraan hidup dan ancaman kontaminasi racun-racun berbahaya yang terakumulasi bersama tailing (limbah tambang). Jangankan untuk memikirkan gaji puluhan juta perbulan, untuk makan 3 kali sehari saja masih terasa sulit untuk mereka.

Para calon Geologist dan enginer mining saat ini, hanya sibuk berkutat dengan lusuhnya lapiran praktikum dan melupakan nasib jutaan orang yang tak bisa membuat kenyang perutnya. Yang mereka pikirkan hanyalah bagaimana menyelesaikan studi, memperoleh pekerjaan yang layak diperusahaan pertambangan asing dengan gaji puluhan juta rupiah, dan hidup enak bersama anak-istri.

Inilah sosok geologist dan mining enginer yang sejatinya adalah budak-budak terdidik. Hanya dengan puluhan juta mereka rela melupakan nasib saudaranya yang lain…

Wahai para calon geologist dan mining enginer sadarlah kalian…bangkitlah untuk melakukan perubahan. Ingat suatu hari nanti engkau akan diadili oleh hakim yang maha adil, akan semua ketidakpedulianmu. Ingat hakim itu adalah Allah swt, hakim yang tak mungkin salah memutuskan suatu perkara…hakim yang akan menjatuhkan hukuman dan siksa kepada para geologist dan mining enginer, yang menjadikan materi/uang sebagai orientasi hidup…

Hati-hati dan bersiaplah, karena hari pembalasan itu pasti kan datang….

MACE UTANG DULU NAH


Ini bukan kisah cinta siti nurbaya yang berakhir bahagia dengan pria pilihannya, Samsul Bahri. Kisah ini tak ada hubungannya dengan cerita imajinatif yang penuh dengan mantra-mantra sihir layaknya kisah Harry Potter. Ini juga bukan kisah pertautan tiga hati anak manusia yang berkubangan dalam bahtera cinta seperti yang dikisahkan dalam novel fenomenal ayat-ayat cinta. Namun kisah ini menceritakan pergulatan hidup wanita paruh baya penolong sejati MAHASISWA TEKNIK.
Sore itu matahari tak bersinar garang. Panasnya tak terlalu membakar kulit. Tampaknya sang mentari telah lelah bersinar seharian, sehingga redup sinarnya memberikan taburan warna orange di sekujur langit.
Aku duduk termangu dengan tatapan kosong. Menerawang jauh tak jelas arah. Sepasang bola mataku sontak terarah pada sosok wanita paruh baya yang tak muda lagi, bahkan jauh dari criteria modis, tampaknya mereka sibuk dengan aktivitas masing-masing, pikirku mereka akan marah jika ada yang coba menganggunya.
Perhatianku terarah pada sorang wanita tambun berambut sebahu, yang tak terlalu jelas sosoknya, karena terhalang oleh kepulan asap putih yang berasal dari termos air. Sejak tadi ia sibuk meracik mie instant pesanan beberapa pelanggannya.
Ya…wanita itu adalah wanita perkasa, yang rela berjibagu dengan kerasnya kehidupan hanya untuk memetik lembaran rupiah. Ia begitu jauh dari dari sosok wanita yang sering digambarkan dalam sinetron-sinetron Indonesia yang tak bermutu, yang sering menggambarkan wanita dengan kehidupan glamor, feminim, dan berbagai gaya hidup konsumtif. Sapaan ‘mace’ erat merekat pada mereka. Tak ada satupun kalung mutiara yang melingkar dilehernya, lengannya pun polos tanpa ada gemericing gelang emas. Benar-benar sederhana apa adanya.
Wanita perkasa itu terpaksa harus meninggalkan keluarganya karena tuntutan hidup yang semakin berat. Waktu yang seharusnya mereka gunakan untuk bercumbu dengan anak-anaknya, terpaksa mereka korbankan agar asap dapur tetap mengepul. Mereka harus berlomba dengan mentari pagi untuk menggelar dagangannya dan pulang untuk beristirahat sekedarnya disaat malam telah kelam.
Suatu balada kehidupan yang memiriskan hati. Biang kerok dari semua ini adalah sistem kapitalis-sekuler yang dengan ikhlas diterapkan di negeri ini oleh para MUNAFIK BERDASI alias PEMERINTAH (sory…kalau bahasanya agak kasar, karena memang mereka pantas untuk mendapatkan hardikan kasar seperti itu). Bobroknya sistem kapitalis saat ini telah menciptakan munafik berdasi yang rela menari-nari diatas penderitaan rakyat, termasuk wanita perkasa penjual mie instant yang sering ku sapa ‘mace’.
Bayangkan saja, disaat kelaparan melilit perut rakyat mereka justru meminta kenaikan gaji. Disaat rakyatnya banyak yang mati kelaparan mereka justru mengirimkan istri-istri mereka untuk melakukan terapi sedot lemak di rumah sakit elit Singapura. Mereka rela menggadaikan kekayaan alam negerinya kepada pihak asing, sementara banyak anak-anak membuncit perutnya, bukan karena kekenyangan namun karena mengidap busung lapar. Lihat saja rumah dinas mereka begitu mewah dengan pilar-pilar pengokoh yang dihiasi berbagai ukiran mahal. Entah berapa ribu mie instant yang harus dijual oleh ‘mace’ hingga mampu membeli rumah seperti itu. Namun pada saat yang sama banyak sekolah-sekolah yang jauh lebih jelek daripada kandang ayam. Sungguh ironis…
Semua ini adalah konsekuensi logis diterapkannya sistem kapitalis-sekuler yang saat ini berhasil menguasai Indonesia sekaligus berhasil membawanya pada jurang kehancuran. Sistem kapitalis sekuler adalah sistem yang menjadikan materi dan manfaat sebagai tolak ukur utama walaupun harus mengorbankan orang lain, selain itu sistem ini mengharuskan adanya pemisahan antara urusan agama dan pemerintahan. Olehnya itu jika ingin penderitaan semua rakyat berakhir maka tak ada solusi lain kecuali mencari pengganti sistem kapitalis-sekuler yang ada sekarang dengan sistem alternative. Sistem ideal yang mampu mengganti sistem kapitalis-sekuler adalah sistem yang langsung bersumber dari Tuhan yang tak pernah salah. Karena sistem buatan manusia layaknya kapitalis sekuler dan sosialisme, telah nyata tak mampu mensejahterakan manusia, justru berhasil membuatnya semakin menderita.
Lamunanku buyar ketika melihat sosok pria gondrong berbaju serba hitam dengan gambar tengkorak di dadanya, terlihat ia meneguk air mineral dengan nikmatnya. Tak lama kemudian ia berdiri dan berkata,”MACE, UTANG DULU NAH!” Wanita paruh baya nan perkasa itu hanya tersenyum, pertanda mengabulkan permitaan pria gondrong.
Sungguh…hati yang mulia, ditengah kesempitan hidup mereka masih ikhlas membantu menutupi kebutuhan perut tanpa harus membayar. Bayangkan jika virus kapitalis-sekuler meradang pada hati mereka sehingga tak ada lagi istilah “makan gratis”. Mungkin beberapa diantara kita akan mengidap busung lapar akibat kekurangan gizi. Atau bahkan mati kelaparan ketika uang kiriman tak kunjung datang, sementara bilangan bulan sudah semakin tua.
Oleh karena itu mari bersama berjuang untuk wujudkan sistem alternative pengganti sistem kapitalis-sekuler yaitu sistem yang langsung bersumber dari Sang Maha Perkasa, Tuhan seru sekalian alam. Minimal perjuangan mu ini adalah bukti balas jasa kepada ‘mace’ yang rela memberikan utang mie instant kepadamu. Karena jika sistem suci hasil cipta Tuhan seru sekalian alam ini diterapkan, maka seluruh manusia bahkan hewan melata akan tersenyum bahagia. Dan tunggulah sebentar lagi kebahgiaan akan datang.

SINDIRAN UNTUK MAHASISWA


MAHASISWA…izinkan Aku Membencimu

(Sindiran untuk mereka yang mengaku “Aktivis”)

Mungkin jika saat ini kamu bertanya padaku, siapa yang paling aku benci…??? Pasti akan ku jawab : MAHASISWA. Bisa jadi banyak yang tersinggung, terutama komunitas penghuni perguruan tinggi bergelar MAHASISWA. Walaupun kamu tersinggung aku sarankan untuk menelusuri rangkaian kata ini sampai pada tanda titik (.) terakhir. Sehingga tak terjadi kesalahpahaman antara dikau dan aku.

Ya…aku paling membenci MAHASISWA. Banyak sekali kelakuan mereka yang membuatku jengkel. Sebut saja ulah heroik mereka di depan gedung DPR RI yang konon kabarnya untuk menolak kenaikan BBM. Walaupun sudah dihalau dengan water canon namun ternyata semangat mereka tak surut.bahkan sampai pagar gedung rakyat itu pun dirubuhkan. Meurut mereka semua itu dilakukan untuk membela kepentingan rakyat. Aku pun sempat bertanya apakah aksi mereka benar-benar ikhlas memperjuangkan kepentingan rakyat??? Atau????

Rasa penasaranku terjawab ketika media masa memberitakan bahwa aksi mereka ditungganggi oleh pihak tertentu. Disinilah awal kebencianku terhadap komunitas MAHASISWA. Ternyata pergerakan mereka tak lagi murni, mereka rela ditungganggi oleh kepentingan elit politik. Banyak diantara mereka yang rela menjual idealismenya demi seonggok uang. Sesuatu yang sangat memalukan.

Kemarahanku kepada komunitas bergelar MAHASISWA semakin membuncah ketika aku berjalan ditengah gang yang mirip gang rumah sakit, disalah satu kampus negeri di Makassar. Awalnya aku berharap menemukan suasana akademik yang dipenuhi oleh MAHASISWA yang tekun belajar dan ditemani buku-buku tebal ataupun suasana intelektual yang diwarnai dengan forum-forum diskusi, namun tampaknya semua harapanku harus ku kubur dalam-dalam, karena yang aku temui adalah suasana mirip TEMPAT PERJUDIAN. Karena disana kujumpai segerombolan MAHASISWA dan empat orang diantaranya memegang kartu kecil berbintik merah. Ya…MAHASISWA yang sedang asyik bermain kartu domino disaat jam kuliah masih berlangsung. Ironis memang, bukannya buku atau tumpukan laporan praktikum yang menemaninya, namun setumpuk kartu domino. Dimana kewibawaan MAHASISWA sebagai agent of change dan social control yang selama ini selalu menjadi gelar kebanggaan??? Bahkan dieluk-elukkan dan menjadi bahan doktrin kepada mahasiswa baru tiap tahunnya. Omong kosong besar jika berharap perubahan dapat berasal dari mereka. Yang ada dalam benak mereka adalah bagaimana memenangkan pertarungan domino dan mendapatkan segelas kopi susu gratis, sebagi imbalan kemenagan. Suatu harapan kerdil yang tak layak dimiliki oleh seorang MAHASISWA.

Apakah kekecewaanku kepada MAHASISWA hanya sampai disitu??? Ternyata tidak, kebencian itu bertambah ketika aku tahu banyak diantra mereka yang begitu jauh dari nilai-nilai religious. Coba saja untuk mereka yang menyandang gelar sebagai MAHASISWA muslim, ketika azan subuh berkumandang mereka masih nyeyak tertidur dibawah hangatnya tutupan selimut. Idealnya seorang MAHASISWA MUSLIM , ketika azan subuh terdengar, berbgegas untuk membasuh wajah merasakan kenikmatan aliran air wudhu, kemudian bersegera sujud tunduk dihadapan Ilahi. Aku pun yakin untuk MAHASISWA non Muslim, mereka pun sangat jarang menginjak gereja.

MAHASISWA…aku kecewa dengan kelakuanmu seperti itu. Wajar saja jika pergerakan dan organisasi kalian selalu mendapat kegagalan dan kegagalan. Bahkan gerak kalian, bukannya menyelesaikan masalah, justru malah menimbulkan masalah baru, dikarenakan begitu jauhnya dirimu dengan sang Pencipta satu-satunya pembuat keputusan…segeralah bertobat sebelum laknat Tuhan datang kepadamu dan agar kepercayaanku padamu kembali lagi…

************

Namun akhirnya aku sadar, ternyata tak semua MAHASISWA memiliki “wajah buruk” seperti yang kulukiskan diatas. Masih ada diantara mereka yang mampu berjuang dengan ikhlas. Dan di sisi lain mereka mampu meninggalkan pekerjaan sia-sia dan mengerjakan aktivitas yang lebih produktif. Dan yang lebih penting lagi, masih ada diantara mereka yang sadar akan kelemahannya sebagai seorang manusia, hamba Tuhan yang dituntut taat kepada aturan-aturan-Nya, sehingga mendekat kepada sang pemberi kekuatan yang Maha Kuat (Allah swt) adalah suatu perkara yang harus segera direalisasikan.

Kepada KOMUNITAS MAHASISWA seperti inilah aku gantungkan harapan perubahan menuju kehidupan yang lebih baik dan membawa GEOLOGI pada puncak kejayaannya…karena hanya mereka yang mampu melakukannya!!!!!!!

Selasa, 28 Oktober 2008

KAJIAN PENYAMBUTAN MAHASISWA GEOLOGI UNHAS


Telaah Kritis Prosesi Penyambutan Mahasiswa Baru

Himpunan Mahasiswa Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

Roda perputaran kehidupan kampus terus bergulir. Berbagai peristiwa silih berganti secara terus menerus dan pasti. Salah satunya adalah penerimaan mahasiswa baru 2008. Fenomena tahunan ini jelas harus disikapi oleh berbagai pihak, baik birokrat maupun pengurus organisasi kemahasiswaan. Khusus untuk organisasi kemahasiswaan mahasiswa baru 2008 mau tidak mau harus disiapkan sebagai calon penerus estafet lembaga ke depan. Karena dua atau tiga tahun ke depan merekalah yang akan menduduki pucuk pimpinan yang ada pada lembaga kemahasiswaan, tak terkecuali Himpunan Mahasiswa Geologi.

Namun formalisasi menjadi anggota HMG FT UH jelas harus menempuh alur pengkaderan tertentu, sebagai cerminan profesionalisme kelembagaan. Oleh warga geologi prosesi pengkaderan awal lebih dikenal dengan istilah penyambutan.

Seiring dengan bergantinya rezim birokrat kampus, pendalaman fakta kekinian, dan resakralisasi visi dan misi HMG FT UH, maka format penyambutan setahun yang lalu belum tentu cocok untuk diterapkan pada masa sekarang. Olehnya itu konsep penyambutan harus terus diperbarui seiring perubahan kebutuhan. Untuk itulah perlu adanya pengkajian mengenai format penyambutan yang ideal (dalam hal ini difasilitasi oleh biro kajian strategis HMG FT UH).

Ada beberapa hal yang perlu dikaji dan dijadikan titik acuan untuk merancang format penyambutan mahasiswa baru. Point tersebut antara lain :

1. Kepedulian Warga HMG FT UH Kepada Penyambutan

Sebelum menentukan tingkat kepedulian warga terhadap prosesi penyambutan, langkah awal yang harus dilakukan adalah menentukan parameter seorang warga dikatakan peduli terhadap penyambutan. Dari biro kastra sendiri telah menentukan standar peduli adalah apabila warga tersebut aktif dalam setiap proses yang dilakukan dalam penyelenggaraan penyambutan. Mulai dari persiapan sampai hari H. Jadi kuantitas warga yang terlibat aktif dalam penyambutan pada hari H, sangatlah tidak representative jika hanya hal tersebut yang dijadikan parameter. Karena bisa jadi kehadiran warga pada hari H, hanya karena memiliki antusiasme yang besar terhadap prosesi penyambutan. Sementara esensi dari antusiasme dan kepedulian sangatlah berbeda.

Lalu bagaimana dengan proses penyambutan yang telah lalu? Ternyata jika kita melihat kondisi global masih sangat jauh dari harapan. Contoh konkrit adalah rapat sc dan oc yang selalu minim peserta. Atau berbagai aktifitas persiapan penyambutan yang masih mengadopsi politik dagang sate.

Merujuk pada parameter dan fakta diatas, maka hasil kajian kami sampai pada sebuah kesimpulan bahwa warga geologi sebagian besar masih belum peduli terhadap prosesi penyambutan.

Penyebab dari semua ini adalah pendekatan yang terlalu lunak (sangat persuasive). Jadi pendekatan dengan menggunakan sedikit pemaksaan tampaknya masih harus dilakukan. Namun perlu diingat metode ini hanya cocok diterapkan kepada kader-kader baru (angkatan 2007). Untuk angkatan selain itu cara ini tidak kami anjurkan karena berpotensi melahirkan sikap anti pati terhadap himpunan itu sendiri.

Solusi praktis yang harus dilakukan nantinya adalah mencari model-model pendekatan yang lebih efektif (khususnya untuk angkatan 2006 ke atas). Misalnya dengan tidak hanya menggunakan pendekatan kelembagaan namun dapat menggunakan pendekatan personal dan emosional.

Solusi strategis adalah membangun sejak dini (semenjak pengkaderan awal) kesedaran pemikiran dan rasa memiliki terhadap himpunannya. Karena selama ini pola pengkaderan yang bertujuan menggalang massa masih dilakukan dengan tekanan dan pemaksaan. Pola ini akhirnya terbawa-bawa sampai pada kehidupan diluar prosesi penyambutan.

2. Format Pengkaderan Ideal, Seperti Apa?

Untuk sampai pada sebuah format pengkaderan yang ideal, jelas harus melalui pengkajian yang lebih mendalam dan sistematis dengan pengadaan data-data yang mencukupi. Namun dari hasil analisis biro kajian strategis telah menghasilkan gambaran umum format ideal yang dapat dirancang untuk penyambutan mahasiswa baru 2008.

Dari beberapa sumber diperoleh bahwa dalam penyususnan konsep penyambutan mahasiswa baru, pihak kenseptor terkendala pada pilihan untuk mengorientasikan pengkaderan pada pendidikan/akademik ataukah kelembagaan.

Idealnya format pengkaderan harus mampu menyeimbangkan antara aspek akademik dan kelembagaan. Jika hal ini dirasa sangat sulit dan harus memilih salah satu opsi, maka kami dari biro kajian strategis merekomendasikan untuk memilih kelembagaan sebagai orientasi pengkaderan mahasiswa baru 2008.

Alasannya karena aspek akademik –yang sering diistilahkan sebagai hard skill- dapat mereka peroleh di bangku kuliah. Dan sebagian waktu mereka habiskan untuk bergelut dalam bidang pendidikan. Sementara kemampuan yang berkaitan dengan konsep manajerial, pengelolaan potensi diri, kemampuan retorika –yang sering diistilahkan soft skill- tidak mereka dapatkan di bangku perkuliahan. Disinilah himpunan berbperan untuk mengisi kekosongan tersebut tanpa mengabaikan sama sekali dunia akademik. Karena bagaimana pun HMG adalah organisasi yang kental dengan disiplin ilmu tertentu.

Selain itu penyebab pengkaderan mengalami bias orientasi yang berimplikasi pada tidak jelasnya konsep pengkaderan disebabkan oleh tidak adanya gambaran baku dan jelas mengenai sosok ideal kader yang ingin kita capai. Oleh karena itu pihak konseptor harus mempunyai gambaran sosok kader yang ideal dan parameter yang jelas sehingga sehingga seorang mahasiswa baru mumpuni untuk dikatakan sebagai kader geologi yang ideal. Hal ini penting untuk mengevaluasi sejauh mana keberhasilan pengkaderan ditinjau dari kualitas kader yang dihasilkan.

Kami dari biro kastra merekomendasikan parameter kader ideal adalah ketika seorang kader unggul dalam akademik, ditunjukkan dengan pencapaian prestasi akademik yang “memuaskan” dan mampu menujukkan idealisme sebagai seorang mahasiswa. Yang salah satunya ditunjukkan dengan memiliki kepekaan, nalar kritis, dan mampu memberikan solusi terhadap berbagai macam problematika masyarakat. Sehingga tercipata kader geologi yang tidak hanya mampu berbicara pada ranah disiplin ilmunya semata, namun memiliki wawasan luas sehingga mampu menyikapi kondisi social yang terjadi.

3. Pola Pengkaderan Yang Kurang Menyentuh Perasaan

Disadari atau tidak pola pengkaderan yang ada sekarang sangat kurang dari nilai-nilai yang dapat menyentuh perasaan yang akhirnya dapat mengobarkan semangat kader untuk bergerak dan berkarya. Adalah sebuah konsekuensi logis ketika seseorang telah merasa nyaman pada kondisi tertentu maka nalurinya untuk mau menggagas suatu perubahan akan mati. Oleh karena itu kader baru harus dibuat untuk tidak merasa nyaman dengan sistem kehidupan yang ada. Harapannya ketika mereka telah merasakan bahwa kondisi sekarang adalah kondisi yang tidak ideal, maka suatu hal yang pasti mereka akan bergerak dan berkaya dengan menjadikan himpunan sebagai wadahnya.

Contoh : menggambarkan kondisi konkrit bangsa saat ini, yang walupun kaya raya tetapi banyak rakyatnya yang mati kelaparan. Atau dengan menyentuh perasaan mereka dengan mengambarkan kemegahan kampus tempat mereka berpijak saat ini adalah berasal dari hasil keringat masyarakat kecil yang dipaksa untuk membayar pajak negara dan ironisnya pajak tersebut dikorupsi oleh para agen-agen kapitalis yang duduk sebagai pejabat teras negara. Atau jika ingin fakta yang menyentuh bidang keilmuan geologi, bisa dengan memaparkan konspirasi perampokan kekayaan alam Indonesia (misalnya kasus Freeport).

4. Kelebihan dan Kekurangan Pengkaderan Selama Ini

4.1. Pengkaderan 2005

Kekurangan :

· Kader jenuh dengan pola yang monoton. Misalnya format kader inap yang sangat menjenuhkan.

· Waktu pengkaderan terlalu lama.

· Follow up tidak jelas

Kelebihan :

· Banyak ilmu yang didapat.

4.2. Pengkaderan 2006

Kekurangan :

· Sistematika materi tidak jelas dan tidak proporsonal. Misalnya idealnya materi diawali dengan pengenalan jati diri seorang mahasiswa.

· Masih ada pendekatan yang berbau intimidasi (pemaksaan).

Kelebihan :

· Tindakan fisik kurang.

4.3 Pengkaderan 2007

Kekurangan :

· Meteri seputar kegeologian masih kurang kuantitasnya.

Kelebihan :

· Pola pendidikan yang diterapkan sudah bagus.

· Metode menanamkan kekompakan pun sudah bagus.

Dari beberapa pemaparan diatas maka biro kastra merokomendasikan sebuah format pengkaderan yang mampu menciptakan transformasi berpikir dari pemikiran yang masih keremajaan menuju pemikiran yang lebih dewasa sebagai seorang mahasiswa. Metode perubahan pemikiran adalah dengan membenturkan pemikiran kader dengan pemikiran baru yang lebih argumentative.

Jadi pola pengkaderan yang cenderung masih menggunakan kontak fisik sebagai sarana untuk memasukkan doktrin tampaknya harus mulai ditinggalkan. Karena terbukti banyak pergerakan mahasiswa yang sama sekali tidak menggunakan kontak fisik dalam pengkaderannya namun luaran kader yang dihasilkan adalah kader-kader yang mau bergerak dan militansinya tak perlu diragukan. Inilah bukti bahwa kekerasan fisik bukanlah factor penentu untuk terbentuknya kader-kader yang tercerahkan pemikirannya.

Selain itu doktrin-doktrin tidak mendidik seperti menganggap remeh bahkan menghina fakultas/jurusan harus segera dibersihkan dari konsep pengkaderan. Karena sebenarnya doktrin-doktrin seperti itu sangat kontra produktif dengan usaha untuk menyatukan dan mengokohkan gerak organisasi.

5. Kurangnya Penanaman SQ (Spiritual Quotient)

Pengembangan intelektual dan emosional tanpa dibarengi dengan pengembangan spiritual tidak akan menciptakan sosok kader ideal. Nilai SQ ini masih sangat kurang mewarnai pengkaderan. Padahal SQ inilah yang akan menjadi, filter terhadap doktrin-doktrin yang tidak benar sekaligus motivator yang mampu mampu membangkitkan naluri gerak seseorang. Nilai SQ selalu termarjinalkan dalam setiap momen pengkaderan. Oleh karena itu rekomendasi kepada seluruh pihak yang akan berperan dalam penyususnan kosep pengkaderan yang mampu meningkatkan kualitas SQ diantara para kader.

Jangan pernah ada pendikotomian bahwa pembinaan SQ hanya dilakukan pada pesantren kilat atau kebaktian mingguan saja, namun mulai sekarang jika menginginkan himpunan dihuni oleh sosok pemimpin yang kredibel, maka pembinaan SQ merupakan esensi wajib yang harus ada dalam setiap prosesi pengkadera.

Demikianlah hasil analisis dari Biro Kastra HMG FT UH terkait usulan penyusunan konsep prosesi penerimaan mahasiswa baru. Semoga hasil kajian ini dapatmemberikan konstribusi positif dan mempercepat gerak HMG FT UH untuk sampai pada puncak kejayaannya. Segala kebenaran yang terdapat dalam kajian ini adalah mutlak berasal dari Allah swt Tuhan yang Maha Tahu, dan jika terdapat kekeliruan didalamnya murni bersumber dari kekhilafan kami sebagai manusia biasa.

Makassar, 4 September 2008

Biro Kajian Strategis HMG FT UH